TEMPO.CO, Jakarta - Pegang duit? Pasti bisa, apalagi menghabiskannya. Tapi, jika ditanya apakah kalangan milenial bisa merencanakan keuangan, mereka akan angkat tangan. "Tak banyak orang yang membicarakan uang, apalagi merencanakan keuangan, pada masa mudanya," kata Deputi Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan, Sardjito, saat ditemui di ruang teater Komunitas Salihara, Jakarta, Selasa lalu.
Baca: Peran Generasi Milenial Mengubah Tren Perhiasan Mewah
Tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia memang cenderung rendah. Data hasil survei nasional literasi dan inklusi keuangan 2016 menunjukkan bahwa baru 29,66 persen masyarakat Indonesia yang memahami dengan baik soal keuangan. Tak ada data berapa persen dari kalangan milenial-generasi yang lahir antara 1980 dan 1990-an.
Minimnya pemahaman itu membuat pemerintah memiliki pekerjaan rumah meningkatkan pengetahuan soal keuangan, terutama di kalangan anak-anak muda. Pada bulan Inklusi Keuangan dan Hari Keuangan Nasional serta Hari Menabung Nasional yang jatuh berturut-turut pada 30 dan 31 Oktober, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mengkampanyekan pentingnya merencanakan keuangan sejak muda.
Sardjito mengatakan uang harus segera dipikirkan pada masa-masa awal kehidupan atau ketika seseorang masih berusia muda. Ia meminta agar rencana keuangan jangan sampai terlambat dipikirkan. "Jangan sampai (punya) anak enam tapi tak ada rencana keuangan dan tak punya asuransi, enggak bisa begitu lagi," katanya.
Sardjito meminta agar generasi milenial memikirkan uang dan kegunaannya. Ia melihat generasi milenial harus didekati dengan cara yang membuat mereka merasa dekat dan terhubung.
Milenial disasar karena generasi ini diklaim memiliki peran yang cukup besar pada masa depan, serta memiliki cara berpikir yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka dianggap memiliki sudut pandang yang sangat kreatif untuk melihat apa pun yang ada di depan mereka, termasuk soal uang.
Sardjito mencontohkan, uang terkadang bisa membuat seseorang menjadi terhormat. Misalnya, ketika naik pesawat terbang, seseorang yang berada di kelas bisnis dan ekonomi memiliki kesan berbeda. "Naik (kelas) ekonomi tak ada yang menghormati, uang membuat Anda memiliki martabat," dia mengibaratkan.
Baca: Makan Sendiri Berteman Gawai, Ciri Generasi Milenial
Menurut Sardjito, investasi bisa dimulai dengan menabung dan mempelajari cara mengelola keuangan. Masuk ke sektor jasa keuangan lewat pengetahuan yang memadai, kata dia, bisa membuat bangsa Indonesia menjadi lebih kompetitif secara ekonomi. "Harus ada pengetahuan. Jika tidak, berbahaya."